Tata Cara Shalat Jamak Qashar



ASSALAMU'ALAIKUM WR WB

I. PENGERTIAN SHOLAT JAMA'

Shalat yang digabungkan, yaitu mengumpulkan dua shalat fardhu yang dilaksanakan dalam satu waktu. Misalnya, shalat dzuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur atau pada waktu Ashar. Shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib atau pada waktu Isya’.



Sedangkan Subuh tetap pada waktunya dan tidak boleh digabungkan dengan shalat lain. Shalat Jama' ini boleh dilaksankan karena bebrapa alasan (halangan) berikut ini :

a. Dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat

b. Apabila turun hujan lebat

c. Karena sakit dan takut

d. Jarak yang ditempuh cukup jauh, yakni kurang lebihnya 81 km. (begitulah yang disepakati oleh sebagian Imam Madzhab sebagaimana disebutkan dalam kitab AL-Fikih, Ala al Madzhabhib al Arba’ah, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan Hambali.)



Tetapi sebagian ulama lagi berpendapat bahwa jarak perjalanan (musafir) itu sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau dua marhalah, yaitu 16 (enam belas) Farsah, sama dengan 138 (seratus tiga puluh delapan) km.



Menjama’ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya, baik musafir atau bukan dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi dilakukan ketika diperlukan saja. (lihat Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah 1/316-317).



Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa qashar shalat hanya disebabkan oleh safar (bepergian) dan tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak safar. Adapun jama’ shalat disebabkan adanya keperluan dan uzur. Apabila seseorang membutuhkannya (adanya suatu keperluan) maka dibolehkan baginya melakukan jama’ shalat dalam suatu perjalanan jarak jauh maupun dekat, demikian pula jama’ shalat juga disebabkan hujan atau sejenisnya, juga bagi seorang yang sedang sakit atau sejenisnya atau sebab-sebab lainnya karena tujuan dari itu semua adalah mengangkat kesulitan yang dihadapi umatnya.” (Majmu’ al Fatawa juz XXII hal 293)



Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama’ shalatnya adalah musafir ketika masih dalam perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan (HR. Bukhari, Muslim), turunnya hujan (HR. Muslim, Ibnu Majah dll), dan orang sakit. (Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/310, Al Wajiz, Abdul Adhim bin Badawi Al Khalafi 139-141, Fiqhus Sunnah 1/313-317).



Berkata Imam Nawawi Rahimahullah : ”Sebagian Imam (ulama) berpendapat bahwa seorang yang mukim boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak dijadikan sebagai kebiasaan.” (lihat Syarah Muslim, imam Nawawi 5/219 dan Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz 141).



Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjama’ antara Dhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan safar (dalam riwayat lain; tanpa sebab takut dan hujan). Ketika ditanya hal itu kepada Ibnu Abbas beliau menjawab : ”Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak ingin memberatkan umatnya.” (HR.Muslim dll. Lihat Sahihul Jami’ 1070).



Shalat jama' dapat dilaksanakan dengan 2 (dua) cara :

1. Jama' Taqdim (Jama' yang didahulukan) yaitu menjama' 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada waktu shalat yang pertama. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Dzuhur atau shalat Maghrib dan Isya’ dilaksanakan pada waktu Maghrib.



Syarat Sah Jama' Taqdim ialah:

a. Berniat menjama' shalat kedua pada shalat pertama

b. Mendahulukan shalat pertama, baru disusul shalat kedua

c. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting



2. Jama' Ta’khir (Jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak 2 (dua) shalat dan melaksanakannya pada waktu shalat yang kedua. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dilaksanakan pada waktu Ashar atau shalat Maghrib dan shalat Isya’ dilaksanakan pada waktu shalat Isya’.



Syarat Sah Jama' Ta’khir ialah:

a. Niat (melafazhkan pada shalat pertama) yaitu : ”Aku ta’khirkan shalat Dzuhurku diwaktu Ashar.”

b. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk, iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting. 

PENGERTIAN SHOLAT QASHAR

Shalat yang diringkas, yaitu shalat fardhu yang 4 (empat) rakat (Dzuhur, Ashar dan Isya’) dijadikan 2 (dua) rakaat, masing-masing dilaksanakan tetap pada waktunya. Sebagaimana menjamak shalat, meng-qashar shalat hukumnya sunnah. Dan ini merupakan rushah (keringanan) dari Allah SWT bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan tertentu.



Adapun syarat syah shalah Qashar sama dengan shalat Jamak, hanya ditambah :

1. Shalatnya yang 4 (empat) rakaat

2. Tidak makmum kepada orang yang shalat sempurna

3. Harus memahami cara melakukan

4. Masih dalam perjalanan, bila sudah sampai dirumah harus dikerjakan sempurna walaupun tetap jama'.



Perhatikan Hadist Nabi SAW :

”Rasulullah SAW tidak bepergian, melainkan mengerjakan shalat dua raka’at saja sehingga beliau kembali dari perjalanannya dan bahwasanya beliau telah bermukim di Mekkah di masa Fathul Mekkah selama delapan belas malam, beliau mengerjakan shalat dengan para Jama’ah dua raka’at kecuali shalat Maghrib. Kemudian bersabda Rasulullah SAW : ”Wahai penduduk Mekkah, bershalatlah kamu sekalian dua raka’at lagi, kami adalah orang-orang yang dalam perjalanan.” (HR. Abu Daud)



Sedangkan cara melaksanakan shalat Qashar adalah :

1. Niat shalat qashar ketika takbiratul ihram.

2. Mengerjakan shalat yang empat rakaat dilaksanakan dua rakaat kemudian salam



Firman Allah SWT :

”Bila kamu mengadakan perjalanan dimuka bumi, tidaklah kamu berdosa jika kamu memendekkan shalat...” (QS. An-Nisa: 101)



Nabi SAW bersabda :

”Dari Ibnu Abbas R.A. ia berkata : ”Shalat itu difardhu-kan atau diwajibkan atas lidah Nabimu didalam hadlar (mukim) empat rakaat, didalam safar (perjalanan) dua rakaat dan didalam khauf (keadaan takut/perang) satu rakaat.” (HR. Muslim)



JARAK SAFAR YANG DIPERBOLEHKAN MENG-QASHAR

Qashar hanya boleh dilakukan oleh Musafir baik safar dekat atau safar jauh, karena tidak ada dalil yang membatasi jarak tertentu dalam hal ini, jadi seseorang yang bepergian boleh melakukan qashar apabila bepergiannya bisa disebut safar menurut pengertian umumnya. sebagian ulama memberikan batasan dengan safar yang lebih dari 80 Km agar tidak terjadi kebingungan dan tidak rancu, namun pendapat ini tidak berdasarkan dalil shahih yang jelas. (lihat Al Muhalla, Ibnu Hazm 21/5, Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim 1/481, Fiqhua Sunnah, Sayyid Sabiq 1/307-308, As Shalah, Prof. Dr. Abdullah Ath Thayyar 160-161, Al Wajiz, Abdul Adhim Al Khalafi 138).



Apabila terjadi kerancuan dan kebingungan dalam menentukan jarak atau batasan diperbolehkannya meng-qashar shalat maka tidak mengapa kita mengikuti pendapat yang menentukan jarak dan batasan tersebut-yaitu sekitar 80 atau 90 Km, karena pendapat ini juga merupakan pendapat para Imam dan Ulama yang layak ber-ijtihad. (lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin 15/265).

Seorang musafir diperbolehkan meng-qashar shalatnya apabila telah meninggalkan kampung halamannya sampai dia pulang kembali ke rumahnya. (Al Wajiz, Abdul ‘Adhim Al Khalafi 138).



Berkata Ibnu Mundzir : “Aku tidak mengetahui (satu dalil-pun) bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam meng-qashar dalam safarnya melainkan setelah keluar (meninggalkan) kota Madinah.”



Berkata Anas Radhiallahu ‘Anhu : “Aku shalat bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di kota Madinah 4 raka’at dan di Dzul Hulaifah (luar kota Madinah) dua raka’at.” (HR. Bukhari, Muslim dll).



SAMPAI KAPAN MUSAFIR BOLEH MENG-QASHAR SHALAT

Para ulama berbeda pendapat tentang batasan waktu sampai kapan seseorang dikatakan sebagai musafir dan diperbolehkan meng-qashar (meringkas) shalat. Jumhur (sebagian besar) ulama yang termasuk didalamnya imam empat : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali Rahimahumullah berpendapat bahwa ada batasan waktu tertentu.



Namun para ulama lain diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Muhammad Rasyid Ridha, Syaikh Abdur Rahman As Sa’di, Syaikh Bin Biz, Syaikh Utsaimin dan para ulama lainnya Rahimahumullah berpendapat bahwa seorang musafir diperbolehkan untuk meng=qashar shalat selama ia mempunyai niatan untuk kembali ke kampung halamannya walaupun ia berada di perantauannya selama bertahun-tahun. Karena tidak ada satu dalilpun yang shahih dan secara tegas menerangkan tentang batasan waktu dalam masalah ini. Dan pendapat inilah yang rajah (kuat) berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, diantaranya :



Sahabat Jabir Radhiallahu ‘Anhu meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tinggal di Tabuk selama dua puluh hari meng-qashar shalat. (HR. Imam Ahmad dll dg sanad shahih)



Sahabat Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tinggal di Makkah selama sembilan belas hari meng-qashar shalat. (HR. Bukhari).



Nafi’ Rahimahullah meriwayatkan, bahwasanya Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma tinggal di Azzerbaijan selama enam bulan meng-qashar shalat. (Riwayat Al Baihaqi dll dg sanad shahih).



Dalil-dalil diatas jelaslah bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam tidak memberikan batasan waktu tertentu untuk diperbolehkannya meng-qashar shalat bagi musafir selama mereka mempunyai niatan untuk kembali ke kampung halamannya dan tidak berniat untuk menetap di daerah perantauan tersebut. (lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin jilid 15, Irwa’ul Ghalil Syaikh Al Albani jilid 3, Fiqhus Sunnah 1/309-312).



BOLEHKAH MELAKUKAN SHOLAT JAMAK SEKALIGUS SHOLAT QASHAR

Sholat Jamak sekaligus Sholat Qashar artinya Sholat dengan mengumpulkan dua shalat fardhu dalam satu waktu dan meringkas rakaatnya yang semula empat rakaat menjadidua rakaat. apa Dalilnya?



Perhatikan Hadist dari Ibnu Umar berikut ini :

”Pernah Rasulullah SAW menjamak Qashar shalat Maghrib dengan shalat Isya’, beliau laksanakan Maghrib tiga rakat dan Isya’ dua rakaat dengan satu kali iqomah.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)



Shalat Jamak Qashar dapat pula dilaksanakan secara taqdim dan ta’khir. Jika hendak melakukan Jamak Qashar, umpamanya kita mengumpulkan Ashar dengan Dzuhur yakni kita tarik shalat Ashar kedalam shalat Dzuhur maka hendaklah kita sesudah Adzan dan Iqomah mengerjakan shalat Dzuhur dua rakaat, setelah selesai Dzuhur iqomah lagi, setelah itu mengerjakan shalat Ashar dua rakaat.

ASSALAMU'ALAIKUM WR WB

0 komentar: