Umrah Hudaibiyah



Ziarah ke masjidil haram yang pertama kali di lakukan oleh kaum muslimin sejak hijrah ke Madinah, oleh mereka di pandang sebagai permulaan tahap baru yang mempunyai arti istimewa dalam sejarah peluasan agama islam.
Dengan melaksanakan ibadah itu rosul hendak menegaskan hak kaum muslimin untuk beribadah. Selain itu, juga bermaksud memberi pengertian kepada kaum musyrikin quraisy, bahwa masjidil haram bukanlah milik monopoli suatu kabilah yang mengurusnya hingga merasa berhak melarang pihak lain datang berziarah. Masjidil haram adalah pusaka nabi Ibrahim a.s. yang berabad-abad lalu telahh menetapkan ziarah kesana sebagai ibadah wajib setiap orang beriman yang dapat menjangkaunya.

Allah SWT berfirman :
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud.
( 27 )   Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,” (Q.S Al Hajj : 26-27)
Kebulatan niat rosul melakukan ibadah umrah bersama sahabatnya, itu saja sudah menunjukan harkat kaum muslimin untuk mewujudkan perdamaian, mengakhiri permusuhan masa lalu dan menegakkan hubungan-hubungan yang aman dan damai.
Orang-orang Arab badui yang bertebaran di sekitar kota Madinah bersama konco-konconya kaum munafik, yakin bahwa orang-orang Makkah pasti akan memerangi rosul kendati  pun beliau hanya berniat berziarah ke ka’bah saja sebagaimana yang beliau nyatakan sendiri kaum musyrikin sendiri tentu tidak tinggal diam. Oleh karena itu umrah yang di lakukan kaum muslimin sekarang mereka pandang sangat berbahaya, dan karenanya mereka berpendapat lebih baik tidak turut serta dan lari menjauhkan diri.
Allah SWT berfirman :
Orang-orang Badwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami"; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
( 12 )   Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mukmin tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa.” (Q.S Al Fath : 11-12)

Dengan keppercayaan penuh kepada rosul kaum muslimin berangkat menyertai beliau ke Makkah. Jumlah mereka kurang lebih sekitar 1400 orang. Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzulqi’dah tahun ke 6 hijriah. Mereka berjalan sambil mengumandangkan talbiyah “Labbaika Allahuma, labbaika.....” menyusuri jalan di tengah padang pasir menuju Al Baitul Atiq ( Ka’bah), ketika rombongan kaum muslimin tiba di Asafan, krang lebih dua mil jauhnya dari Makkah, datanglah berita bahwa kaum musyrikin telah bersumpah tidak akan membiarkan seorang muslim pun masuk ke kota mereka. Untuk menghadapi segala kemungkinan mereka teah siap dengan angkatan perang di bawah pimpinan Khalid bin Al Walid.
Tanpa berniat hendak berperang dan untuk menghindari ibadah umrah dari kekacauan dan ketegangan, rosul bertanya kepada salah seorang sahabat : “siapakah dii antara kalian yang sanggup menemukan jalan untuk kita lalui (ke Makkah) selain jalan yang biasa mereka lewati?” (HR Ibnu Ishaq)
Seorang dari bani Aslam menyatakan kesanggupannya. Ia lalu bertindak sebagai perintis jalan, naik turun lereng-lereng terjal dan batu-batu tajam, yang amat sukar di lalui rombongan kaum muslimin. Setibanya di sebah dataran yang terletak di tikungan lembah, rombongan kaum muslimin belok ke kanan langsung menuju hudaibiyah di dataran rendah Makkah.
Akan tetapi gerakkan kaum muslimin itu tidak luput dari penglihatan pasukan berkuda kaum quraisy, yang kemudian segera kembali ke Makkah untuk menghalangi kaum muslimin memasuki kota itu.
Rosul bersama para sahabatnya terus berjalan. Namun tiba-tiba unta yang di kendarainya berhenti sebelum tiba di tempat yang di tuju. Melihat unta rosul berhenti, para sahabat terperanjat lalu berkata: “si Qushwa (nama unta nabi Muhammad SAW.) mogok!” rosul menyahut: “ia todak mogok, ia tidak berwatak mogok. Ia di hentikan Allah yang dahulu menghentikan gajah pasukan Abrahah ketika hendak menghancurkan ka’bah. Sekarang orang-oang quraisy tiddak akan membiarkan aku meneruskan rencana umrah, tetapi kalau mereka meminta kepada ku supaya menyambung kembali hubungan kerabatan yang telah putus, tentu akanku penuhi.” Setelah itu beliau memerintahkan kaum muslimin berhenti (beristirahat) di tempat untanya berhenti. (HR A Bukhari)
Mereka lalu berhenti sebagaimana yang diperintahkan rosul menunggu pintu-pintu Makkah akan di buka esok hari. Selesai menunaikan thawaf dan sa’yu, mereka akan segera pulang kembali ke Madinah. Mereka yakin akan melaksanakan keinginannya.
Sebaliknya kaum musyrikin quraisy, mereka terkejut melihat apa yang di anggpanya sebagai “serbuan mendadak”. Mereka memeras otak untuk membendung “serbuan” tersebut betapapun resikonya yang akan dipikul.

0 komentar: