Hijrah ke Habasyah

MEDIASI UTBAH DAN UPAYA TAWAR MENAWAR
Kaum musyrikin menduga bahwa kekerasan dan tekanan tidak membuahkan hasil. Teror yang tidak pernah henti hanya menghasilkan kegagalan kufur dan penyebaran Islam. Lalu mereka berkumpul mendiskusikan masalah ini, untuk mencari solusi dari proses tukar pendapat untuk dapat menggapai rencananya.
Dalam pertemuan itu Utbah bin Rabi’ah –seorang pemimpin yang disegani di tengah kaumnya, “Wahai orang-orang Quraisy, mengapa saya tidak temui Muhammad lalu bicara, dan menawarkan hal-hal yang barangkali akan diterima sebagiannya, lalu kita berikan dan dia berhenti menyerang kita”.
Mereka menjawab, “Wahai Abul Walid, bangkit dan silahkan bicara dengannya.”
Dengan ini kaum Quraisy menempuh cara diplomatik setelah gagal menggunakan cara tekanan dan ancaman untuk dapat menghentikan dakwah Rasulullah.
Mewakili kaum Quraisy, Utbah mendatangi Rasulullah saw., yang sedang shalat di masjid. Utbah menyampaikan perihal kedatangannya, dengan bahasa yang lembut, mencoba menarik perhatiannya dengan semua cara. Hal ini dilakukan dengan menyampaikan,
“Wahai putra saudaraku…sesungguhnya keberadaanmu di tengah-tengah kita seperti yang telah kamu ketahui.. engkau orang yang terbaik kedudukan dan keturunannya. Dan kamu telah membawa sesuatu yang sangat besar bagi kaummu, kamu pecah belah persatuan mereka, kamu anggap bodoh para pemukanya, kamu cela tuhan dan agamanya, kamu tidak mempercayai apa saja yang datang dari nenek moyangnya. Cobalah dengarkan tawaranku, aku tawarkan kepadamu beberapa hal yang dapat kamu pikirkan, barangkali ada sebagian yang kamu terima.”
Jawab Nabi Muhammad saw., “Katakan wahai Abul-Walid aku dengarkan.”
Kemudian Utbah menawarkan kepada Nabi dengan berbagai tawaran, “Wahai anak saudaraku, Jika dengan yang kamu bawakan ini untuk mendapatkan harta, kami akan kumpulkan harta kami untukmu sehingga kamu menjadi orang yang paling kaya. Jika kamu ingin kekuasaan maka kami angkat kamu sebagai pemimpin kami. Dan jika yang kamu bawakan ini karena jin yang kamu tidak bisa menolaknya, kami akan carikan tabib, kami bayar dengan harta benda kami sehingga kamu sembuh.
Ketika masalahnya sudah jelas bagi Rasulullah saw. bahwa kaum kafir berada di lembah lain (pemahaman lain), Nabi bertanya dengan tenang dan penuh percaya: “Sudah selesai wahai Abul-Walid?”
Jawab Utbah, “Ya.”
Sabda Nabi, “Silahkan dengarkan jawaban kami. Lalu Nabi membaca awal surah Fushshilat:
حم , تنزيل من الرحمن الرحيم , كتاب فصلت آياته قرآنا عربيا لقوم يعلمون , بشيرا ونذيرا فأعرض أكثرهم فهم لا يسمعون , وقالوا قلوبنا في أكنة مما تدعونا إليه وفي آذاننا وقر ومن بيننا وبينك حجاب فاعمل إننا عاملون
“Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau mendengarkan. Mereka berkata: “Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).”
Rasulullah terus membaca Al-Qur’an sehingga Utbah memintanya untuk menghentikan bacaannya. Kemudian Utbah pulang kembali ke kaumnya seperti orang yang kebingungan karena keindahan Kalamullah yang ia dengar, yang ia rasakan bukan syair, bukan sihir, bukan jampi-jampi.
Jiwanya tergoncang, eksistensinya limbung, ia meminta kaumnya agar mentaati perintah Muhammad, membiarkannya berdakwah. Ia terpengaruh oleh Al-Qur’an yang telah Rasulullah bacakan, di luar kemampuan manusia, dan pasti nanti akan berperan besar di Arab. Ia meminta kaumnya membiarkan beberapa waktu, barangkali bangsa Arab akan membunuhnya sehingga mereka bisa lolos dan tenteram, atau ia menang mengalahkan Arab, lalu kemenangannya ini menjadi kemenangan bagi kaumnya.
Kaumnya mengatakan, “Muhammad telah mensihirmu?”
Utbah berkata, “Inilah pendapatku.”
TAWAR MENAWAR
Ketika tawaran yang diajukan kepada Rasulullah saw. lewat Utbah bin Rabi’ah ditolak, mereka menempuh jalur tawar-menawar, agar bisa mendapatkan jalan tengah, separo darinya dan separo dari mereka.
Mereka menawarkan kepada Rasulullah untuk ibadah bersama, mereka mengikuti ibdah Nabi satu hari, lalu Nabi menyembah tuhannya juga satu hari.
Ketika itu turunlah ayat Allah:
قل يا أيها الكافرون(1)
لا أعبد ما تعبدون(2)
ولا أنتم عابدون ما أعبد(3)
ولا أنا عابد ما عبدتم(4)
ولا أنتم عابدون ما أعبد(5)
لكم دينكم ولي دين(6)
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Dengan jawaban yang mematikan ini semakin jelas bagi siapapun yang berakal, bahwa tawar menawar dalam agama Allah adalah angan-angan kosong, yang tidak pernah bisa diterima orang yang benar-benar beriman.
Karena masalahnya sudah sangat jelas. Mereka dengan agama yang mereka buat, dan ia dengan agamanya yang benar dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui
FRUSTASI KAUM MUSYRIKIN, DAN FASE INTIMIDASI LAGI
Jelas sekali, mereka mengalami kegagalan dan kegagalan. Dan orang yang sering gagal akan merasa dirinya lemah tidak berdaya, tidak punya argumen. Hanya saja mereka gengsi untuk mengakui kebatilannya, sehingga meneruskan kesesatannya dengan senantiasa berharap dari dalam hatinya, musuhnya dapat dinegoisasi. Mereka meminta kepada Rasulullah saw agar mencabut dari Al-Qur’an, ayat-ayat yang membuat mereka marah yang berisi celaan kepada berhala, menganggap bodoh akal mereka, mengancam mereka dengan adzab Allah. Mereka merasa senang jika ada Al-Qur’an lain selain Al-Qur’an ini, atau menukarnya sesuai dengan usulannya agar membuang ayat-ayat yang membuatnya marah. Maka Allah turunkan jawabannya:
قل ما يكون لي أن أبدله من تلقاء نفسي إن أتبع إلا ما يوحى إلي
“Katakanlah: “Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (Yunus: 15)
Demikianlah tekanan, tipuan, dan tawar menawar luntur di depan gelombang dakwah, padam dan depan cahaya iman. Kaum Quraisy menyadari bahwa sasarannya sudah tidak akan dicapai. Maka mereka kembali ke jalur pertama, menimpakan siksa kepada kaum muslimin dengan siksaan yang berat, melipat gandakannya, menganeka ragamkan macamnya dengan berbagai cara yang di luar batas kemampuan manusia.
Rasulullah menyaksikan musibah yang dialami para sahabatnya, pukulan yang menakutkan, dan kaum muslimin yang tidak berdaya melawan kekejamannya. Maka Rasulullah saw mengisyaratkan kepada sahabatnya yang tidak mampu menghindar dan menahan siksa untuk menyebar, pergi meninggalkan Mekah, menyelamatkan agama, menjaga eksistensi jamaah kaum muslim, di antaranya dengan menyuruh hijrah ke Habasyah.
PELAJARAN BERHARGA
1. Banyak macam cara yang digunakan para penentang dakwah untuk menghalanginya, kadang dengan siksaan mental, fisik, sosial, ekonomi, atau dengan tipuan yang sering berhasil dilakukan kepada orang-orang yang punya ketamakan dunia, pemilik jiwa yang lemah baik dengan harta, kedudukan dll.
2. Tipuan yang dilakukan kaum Quraisy pada Rasulullah saw. baik lewat Utbah bin Rabi’ah atau yang lainnya memberikan dalil atau petunjuk kuat bahwa dakwah bukanlah mencari kedudukan atau kekuasaan semata, akan tetapi menjadikan harta dan kekuasaan untuk penyebaran dakwah ilallah, amal yang meneguhkan agama Allah di muka bumi
3. Tipuan yang dilakukan terhadap Rasulullah saw. di masa lalu, sangat mungkin bagi Rasulullah saw. untuk menjadikan harta itu sebagai sarana dalam pengembangan dakwah. Akan tetapi, pertama: harta itu sebagai konsesi meninggalkan dakwah, -mengalihkan dakwah dari jalur yang benar, kedua: harta yang ditawarkan adalah harta yang tidak bersih, sehingga tidak diterima. Dari itulah para da’i agar tidak menerima bantuan materi apapun dari seseorang yang tidak jelas. Karena hal ini akan diperhitungkan, dan akan mempengaruhi dakwahnya di kemudian hari.
4. ketika Rasulullah menolak jabatan, adalah dalil atas mereka yang mengharapkan kekuasaan kemudian dapat menerapkan Islam dengan kekuasaan itu. Sebab Islam, terutama aqidah tidak bisa dipaksakan kepada umat manusia dengan ketetapan hukum. Akan tetapi Rasulullah saw. menempuh jalur tarbiyah (pembinaan) dan penyediaan pilar-pilar yang akan menegakkan Islam di kemudian hari. Mampu memberikan dan mengorbankan diri untuk dakwah. Ketika itulah dakwah mendapatkan para pengawal yang amanah. Betul jalan ini panjang, tetapi jalan inilah yang ditempuh Rasulullah saw. dan lebih aman.
5. Tidak adanya protes kepada Rasulullah saw atas peristiwa kelaparan dan kemiskinan yang mereka alami setelah masuk Islam, adalah dalil yang sangat jelas bahwa mereka adalah para pencari surga, mereka adalah rijalul-aqidah wa mabda’ (tokoh ideologis dan fundamentalis) bukan pencari dunia (pragmatis). Hal ini diperkuat dengan sikap mereka yang meninggalkan harta benda dan kekayaannya kemudian berhijrah karena Allah swt.
6. Tidak ada tawar menawar dalam bidang aqidah dan prinsip Islam. Tidak ada garis tengah antara Islam dan syirik. Ketika mereka menawarkan musyarakah (kerjasama) ibadah, datanglah penolakan tegas. Alangkah indahnya jika para penyeru wahdatul adyan (persamaan agama) menemukan hal ini, bahwa meridhai kekufuran adalah kufur.
7. Kekerasan dan siksaan adalah cara orang-orang yang gagal. Fir’aun tidak pernah menggunakan cara itu kecuali setelah gagal berdialog dengan akan sehat. Hal inilah yang dilakukan oleh kafir Quraisy, dan akan terus berulang di setiap ruang dan waktu dari musuh-musuh dakwah.
HIJRAH PERTAMA KE HABASYAH DAN PENGARUHNYA
Rasulullah saw mengisyaratkan kepada orang-orang yang dikurung adzab kaum musyrikin untuk meningalkan Mekah, berhijrah di jalan Allah ke Habasyah, karena di sana ada raja yang adil, tidak menzalimi orang lain, sampai Allah berikan jalan keluar dari kesulitan tekanan dan siksaan yang mereka alami.
Ketika itulah sekelompok kaum muslimin berangkat ke Habasyah, melarikan diri karena Allah dengan membawa agamanya menghindari fitnah. Kepergian mereka dilakukan dengan sembunyi-sembunyi sehingga tidak diketahui orang Quraisy yang dapat merusak rencana ini. Inilah hijrah pertama dalam sejarah Islam, terjadi pada tahun ke lima setelah kenabian.
Gelombang pertama ini terdiri dari beberapa keluarga dan beberapa personil lain yang jumlah mereka semua tidak lebih dari enam belas orang pria wanita. Mereka segera berjalan ke tepi pantai, Allah mudahkan begi mereka dengan tersedianya perahu yang menyebarangkan mereka ke Habasyah. Sehingga ketika kaum Quraisy mencari jejaknya ke pantai, mereka telah berangkat menyeberang dalam lindungan Allah. Di Habasyah mereka tinggal dengan aman baik secara fisik maupun idiologis dari gangguan orang musyrik yang tidak henti-hentinya memfitnah agama mereka. Dan hanya sedikit saja yang masih berada di Mekah bersama Rasulullah saw.
PARA MUHAJIRIN DI HABASYAH MEMANTAU KEADAAN SAUDARANYA DI MEKAH
Muhajirin Habasyah sudah tiga bulan hidup dalam jaminan keamanan An-Najasi. Meskipun mereka jauh dari kampung halaman, merasa dalam pengasingan masih terbayang di benak mereka, tentang tempat tinggal mereka di Mekah, di antara mereka ada beberapa bangsawan Quraisy pria maupun wanita. Ketika itulah mereka memantau berita-berita tentang Mekah, perkembangan perselisihan antara Islam dan penyembah berhala.
Datang berita tentang kesepakatan perdamaian antara kaum muslimin dan musuh-musuhnya sehingga tidak ada lagi penyiksaan, dan kaum muslimin dapat lepas dari penderitaan, dibiarkan bebas menjalankan agamanya.
KEMBALI KE MEKAH, REKAYASA TERUNGKAP
Isu ini mempengaruhi psikologis kaum muhajirin yang merasakan derita pengasingan, sehingga mereka merindukan obat hatinya . maka mereka memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, kecuali sebagian kecil saja. Ketika mereka yang kembali ke Mekah itu sampai, mereka mendapati keadaan yang pahit, bahwa kaum musyirikin masih dalam sikap permusuhannya yang sangat berat terhadap Allah, Rasulullah dan kaum mukminin. Kekejaman mereka belum berakhir sampai hari itu. Berita yang mereka dengar di Habasyah adalah tipuan belaka.
Kaum Quraisy semakin kejam menyiksa terutama kepada mereka yang pulang dari Habasyah. Suku-suku di Arab semakin memperketat tekanannya kepada kaum muslimin. Tidak ada seorangpun kaum muslimin yang dapat masuk Mekah kecuali dengan jaminan salah seorang pembesarnya yang dikenal, didampinginya dari tekanan orang-orang zhalim. Siksaan semakin menjadi-jadi.
KAUM QURAISY DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN TOTAL DENGAN KAUM MUSLIMIN
Kaum Quraisy ingin melakukan pukulan telak kepada kaum muslimin sehingga tidak akan dapat bangkit kembali. Tokoh-tokoh kafirnya mengajukan usulan kepada Bani Abdi Manaf –keluarga Rasulullah saw- agar menyerahkannya dan memberikan diyat (denda pembunuhan) berlipat-lipat agar dapat membunuh Nabi, sehingga dakwah dapat dihentikan. Akan tetapi Bani Abdi Manaf menolak tawaran itu, dan menolak menyerahkan Nabi Muhammad yang hendak mereka bunuh.
Kaum Quraisy mencari jalan lain, usulan yang dilandasi oleh dendam yang membabi buta pada Rasulullah saw. Mereka mengajukan kepada Abu Thalib, agar mengambil anak muda yang paling tampan dan kuat menjadi anak Abu Thalib, dan menyerahkan Muhammad kepada mereka agar dapat mereka bunuh. Tidak ada jawaban lain dari Abu Thalib kecuali dengan penolakan tegas atas tawaran menjijikkan itu, dengan mengatakan:
عَجَباً لَكُمْ! تُعْطُوْنِي ابْنَكُمْ أغْذُوْهُ لَكُمْ، وَأعْطِيْكُمْ ابْنِي فَتَقْتُلُوْهُ ؟!
“Aneh sekali kalian ini! Kamu berikan anakmu kepadaku agar aku memberinya makan, dan aku serahkan anakku kepadamu agar kamu bunuh!”
Sampai batas itulah, kaum Quraisy bersepakat untuk melakukan pemutusan hubungan total dengan Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib, dua putra Abdi Manaf yang menolak menyerahkan Rasulullah saw kepada mereka, dan mereka menyatakan keberpihakan dan perlindungan bersama Rasulullah saw. Lalu menetapkan pengusiran dari Mekah, dan sepakat untuk tidak jual beli dengan mereka sekecil apapun, tidak menikahkan atau menikahi mereka. Mereka catat kesepakatan ini di sebuah lembaran dan diletakkan di salah satu sudut Ka’bah, untuk menunjukkan kekuatan kesepakatan ini dan jaminan pemberlakuannya.
UJIAN EMBARGO DI KELUARGA ABU THALIB
Kaum muslimin bersama dengan Bani Hasyim dan Bani Abdil Muththalib, bargabung ke Syi’b Abu Thalib. Kaum Quraisy memperketat embargo ekonomi, sosial, melarang bantuan kepada mereka dalam bentuk apapun, sehingga habislah makanan, dan memaksa kaum muslimin mengkonsumsi dedaunan. Tangisan anak-anak mereka terdengar dari balik lembah, badan mereka menjadi kurus, mulai tersebar penyakit, kesulitan semakin berat, mereka mengalami goncangan dahsyat.
Jika saja tidak Allah berikan rasa kasihan pada sebagian hati kaum musyrikin, maka kelaparan itu akan menghabisi kaum muslimin. Jubair bin Muth’im ketika ada kafilah dagangnya pulang dari Syam membawa makanan, dia terik kendali ontanya ke dekat lembah yang dihuni kaum muslimin itu, sehingga kaum muslimin dapat memperoleh sedikit makanan penutup rasa lapar, sampai waktu tertentu.
Embargo ekonomi sosial ini terus berlangsung, sesuatu yang tidak bisa diterima oleh rasa malu, kemuliaan, dan nilai kemanusiaan selama tiga tahun. Menyulitkan kaum musilimin dan memaksa mereka dalam beban berat. Walau demikian hal ini tetap menjadi tarbiyah bagi mereka untuk mempertaruhak apa saja demi memperthankan aqidahnya, berkorban di jalannya hanya mengharapkan balasan dari Allah swt saja.
BAGAIMANA RASULULLAH SAW MENGHADAPI UJIAN INI?
Demikianlah kekejaman kaum Quraisy kepada kaum muslimin, cengkeramannya yang sangat kuat, hendak menghancurkan Islam dengan pukulan telak. Maka Rasulullah merasa tidak ada jalan lain bagi para sahabatnya kecuali kembali hijrah ke Habsyi, untuk menjaga kaum muslimin dari kebinasaan yang merenggutnya. Karena jiwa manusia punya keterbatasan dalam menahan siksaan.
Hijrah kedua ini lebih berat dari sebelumnya. Kaum Quraisy sudah mewaspadai para muhajirin, dan berusaha sekuat tenaga menggagalkan usaha hijrahnya. Akan tetapi kaum muslimin lebih cepat dari mereka. Maka berangkatlah satu rombongan yang terdiri dari delapan puluh tiga orang pria dan sembilan belas wanita. Sebagaimana Allah telah mudahkan pada gelombang pertama, Allah mudahkan pula keberangkatan gelombang kedua. Sehingga mereka dapat sampai di sisi An-Najasyi mendapatkan jaminan keamanan, keadialan dan tempat tinggal yang baik.
Kaum msuyrikin sangat keberatan jika kaum muslimin dapat lepas dari mereka, dan membawa lari agama mereka. Maka mereka segera mengejar untuk memulangkannya, karena dendam kepada Islam apalagi jika semakin berkembang, berkuasa di negerinya. Nanti akan kita lihat cara lain orang kafir dalam menyerang Islam dan pemeluknya di Habasyah di hadapan An-Najasyi.
PELAJARAN BERHARGA
1. Tidak masalah bagi seorang muslim, jika sudah mengalamai kesulitan di dalam negerinya untuk mencari negeri lain yang aman bagi agama, kehormatan, dan kekayaannya; dengan syarat bisa menjadi akidahnya, tidak luntur di masyarakat baru itu. Bahkan ia wajib mengajaknya kepada akidahnya.
2. Di antara penyebab hijrah ke Habasyah adalah mencari negeri baru bagi dakwah. Hal ini dibuktikan bahwa mayoritas mereka yang berhijrah bukanlah dari para mustadh’fin, bahkan di antara mereka adalah orang-orang yang memiliki posisi dan kekuatan di Mekah
3. Seorang muslim hendaklah memiliki kemampuan analisa situasi di sekitarnya. Rasulullah saw menyuruh mereka hijrah ke Habsyi dan menjelaskan sebabnya, karena di sana ada raja yang adil, tidak menzhalimi siapapun. Artinya di sana ada kebebasan berakidah, seperti sebagian negara hari ini.
4. Aqidah seorang muslim adalah sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Negara, keluarga, harta benda, anak, dan segala sesuatu tidak bisa membandinginya. Seperti yang Rasulullah saw. lakukan dan para sahabat sesudahnya.
5. Sirriyah (sembunyi-sembunyi) dan gerakan yang cepat adalah faktor penting bagi keberhasilan. Keduanya berperan utama dalam penggagalan usaha Quraisy Mekah, serta keberhasilan kaum muhajirin.
6. Seorang muslim yang hijrah dilarang mengikuti masyarakat baru yang bertentangan dengan aqidahnya, seperti tidak sujudnya para muhajirin kepada raja Najasyi sebagaimana kaumnya Najasyi.
7. Orang yang berhijrah tidak boleh kehilangan kontak dengan negerinya, seperti para muhajirin Habasyah memantau terus berita Mekah. Dan ketika mereka mendapatkan informasi tentang membaiknya keadaan, mereka kembali ke kampung halamannya, apalagi apada era informasi seperti sekarang ini, yang lebih mudah dari pada masa lalu, untuk mengklarifikasi berita.
8. Keanehan logika kafir, mereka menawar Abu Thalib agar menyerahkan Rasulullah saw untuk mereka bunuh dan memberikan anak muda dari mereka kepada Abu Thalib. Abu Thalib menjawab dengan sangat indah, dengan mengatakan: Aneh sekali kalian, kamu berikan anakmu agar aku beri makan, dan kuberikan anakku agar kamu bunuh?
9. Metode embargo adalah cara kuno –modern, selalu diulang-ulang oleh negara yang memusuhi Islam hari ini terhadap negara Islam, walau hanya karena sekedar salah faham, dan karena sudah bertahun-tahun menutup mata dari kejahatan mereka memerangi dan menghancurkan kaum muslim –mereka bersikap sepertinya memberi jalan keluar jika tidak menjadi sandaran- maka jika mereka menetapakan embargo ekonomi atas kaum muslimin mereka dengan malu-malu, dan karena kepentingan tertentu…
10. Di antara masyarakat yang sesat tidak tertutup kemungkinan adanya orang-orang yang memiliki jiwa besar seperti Jubair bin Muth’im, yang dengan sembunyi-sembunyi memasukkan makanan ke Syi’b Abu Thalib, dan kaum muslimin.
11. Terkadang ada kebersamaan untuk satu pekerjaan tetapi hasilnya berbeda-beda. Abu Thalib, Bani Hasyim, Bani Abdul Muththalib mereka bersama hidup di masa embargo bersama kaum muslimin, tetapi mereka melakukannya karena fanatisme keluarga, maka tidak ada pahala bagi mereka dari Allah, karena mereka tidak mengerjakannya untuk mendapatkan balasan dari Allah. Sedangkan kaum muslimn bersabar karena Allah, maka Allah yang akan membalasnya.
HIJRAH KE HABASYAH YANG KEDUA
Hijrah ke Habasyah kedua membangkitkan kemarahan suku Quraisy, mendorongnya untuk berfikir tentang hijrah itu, dan menganggapnya sebagai bahaya besar. Hal ini karena hijrah itu akan menjadi sebab dikenalnya Islam di Habasyah, dan menjadi kesempatan mereka mempersiapkan diri untuk mengembalikan kekuatannya mendukung dan membela Muhammad saw. Mereka yakin bahwa ini bukan sekedar hijrah menyelamatkan diri atau ketakutan, akan tetapi hijrah untuk menguatkan dan menyiapkan kaum muslimin.
Maka mereka berkumpul dan menyepakati pengiriman Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah, bersama dengan membawa hadiah kepada Najasyi dan orang-orang di sekitarnya.
Keduanya berangkat. Setelah sampai di habsyi kedunya membawa hadiah khsusu untuk An-Najasyi dan hadiah untuk orang-orang di sekelilingnya. Keduanya berkata kepada meraka:
إِنّ نَاساً مِنْ سُفَهَائِنَا فَارَقُوا دِيْنَ قَوْمِهِمْ ، وَلَمْ يَدْخُلُوْا فِي دِيْنِ الْمَلِكِ ، وَجَاءُوا بِدِيْنٍ مُبْتَدِعٍ ، لاَ نَعْرِفُهُ نَحْنُ وَلاَ أنْتُمْ ، وَقَدْ أَرْسَلْنَا أشْرَافَ قَوْمِهِمْ إِلَى الْمُلْكِ لِيَرُدَّهُمْ ، فَإِذَا رَجَوْنَا الْمَلِكَ فِي ذَلِكَ فَأشِيْرُوْا عَلَيْهِ بِأنْ يُرْسِلَهُمْ مَعَنَا
“Sesungguhnya ada beberapa orang bodoh dari bangsa kami yang meninggalkan agama kaumnya dan tidak memeluk agama tuan raja. Mereka datang dengan agama baru, yang kita dan kalian semua tidak mengenalnya. Dan sesunggunya para pembesar kaumnya telah mengutus kami kepada tuan raja untuk meminta pemulangan mereka, maka kami memohon hal ini kepada tuan raja agar mengirimkan mereka pulang bersama kami.”
Pera pembantu An-Najasyi menjanjikan akan membanti hal ini
SIKAP AN-NAJASYI TERHADAP UTUSAN KAUM QURAISY
Dua orang utusan Quraisy menghadap An-Najasyi, keduanya meminta agar menyerahkan para pelarian yang meninggalkan agama kaumnya ini kepada keduanya. Para pembantu An-Najasyi menguatkan kepada An-Najasyi agar menyerahkan kaum muslimin kepada keduanya. Maka An-Najasyi marah dan mengatakan :
لاَ وَاللهِ لاَ أسَلِّمُ قَوْماً جَاوَرُوْنِي وَنَزَلُوْا بِبِلاَدِي وَاخْتَارُوْنِي عَلَى مَنْ سِوَايَ ، حَتَّى أَدْعُوَهُمْ فَأَسْألُهُمْ عَمَّا يَقُوْلُ هَذَا فَإِنَّ كَانَا صَادِقِيْنَ سَلَّمْتَهُمْ إِلَيْهِمَا، وَإِنْ كَانَ الرِّجَالُ عَلَى غَيْرِ مَا يَقُوْلُ هَذَا مَنَعْتهم وأحْسَنْتُ جِوَارَهُمْ
Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan kaum yang meminta perlindungan kepadaku, tinggal di negeriku dan memilih kami dari pada yang lainnya, sehingga kami panggil mereka dan kami tanyakan tentang apa yang dikatakan kedua orang ini. Jika betul kedua orang ini maka akan saya serahkan kepada mereka, dan jika mereka itu tidak seperti yang keduanya katakan, maka saya tidak akan menyerahkannya dan akan saya lindungi dengan baik.
Kemudian An Najasi mengutus seseorang untuk menghadirkan para sahabat Nabi itu. Setelah dipanggil dan hadir di hadapan An Najasi, mereka ditanya:
ما هذا الدين الذي فارقتم به قومكم ولم تدخلوا في ديني ، ولا في دين أحد من هذه الملل ؟
Agama apa yang membuat kalian meninggalkan kaum kalian, dan tidak masuk ke dalam agamaku, atau agama yang sudah ada?
JA’FAR BIN ABU THALIB MENCERITAKAN TENTANG ISLAM
Ketika itulah Ja’far bin Abu Thalib menjawab:
أيها الملك كنا قوماً أهل جاهلية نعبد الاصنام ، ونأكل الميتة ، ونأتي الفواحش ونقطع الأرحام ، ونسيء الجوار ، ويأكل القوي منا الضعيف حتى جاءنا رسول نعرفه نسبه ، وصدقه ، وأمانته وعفافه ، فدعانا إلى توحيد الله وخلع ما كنا نعبد من حجارة وأصنام . وأمرنا بصدق الحديث وأداء الأمانة ، وصلة الرحم ، وحسن الجوار والكف عن المحارم ، والدماء ونهانا عن الفواحش وقول الزور ، وأكل مال اليتيم ، وقذف المحصنات وأمرنا أن نعبد الله ، ولا نشرك به شيئاً ، وأمرنا بالصلاة والزكاة والصيام ، فصدقناه وآمنا به ، فعدا علينا قومنا فعذبونا عذاباً أليماً ، وفتنونا عن ديننا ، فلما قهرونا وظلمونا ، وضيقوا علينا وحالوا بيننا وبين ديننا خرجنا لبلادك ، واخترناك على من سواك ورغبنا في جوارك ورجونا الا نُظلم عندك .
¬
Wahai tuan raja, dahulu kita adalah kaum jahiliyah, menyembah berhala, makan bangkai, melakukan perbuatan keji, memutuskan hubungan silaturrahim, buruk bertetangga, yang kuat makan yang lemah, sehingga datang seorang Rasul yang kami kenali nasabnya, kebenarannya, amanahnya, iffahnya (kebersihan sikapnya), lalu mengajak kami bertauhid (mengakui ke-Esa-an Allah) dan meninggalkan apa yang selama ini kami sembah baik berupa batu atau berhala. Ia menyuruh kami untuk berbicara dengan benar, menunaikan amanah, shilaturrahim, baik dengan tetangga, menahan diri dari yang haram, melarang kami menumpahkan darah, perbuatan keji, berkata bohong, makan harta anak yatim, menuduh orang-orang yang baik, menyuruh kami menyembah Allah, tidak mensekutukan dengan apapun, menyuruh kami menegakkan shalat, zakat dan puasa, lalu kami membenarkan dan mempercayainya. Kemudian kaum kami memusuhi kami, menyiksa kami dengan siksaan yang pedih, memfitnah kami atas agama kami. Maka ketika mereka menekan dan menzhalimi kami, menyudutkan kami, mereka berusaha memisahkan kami dengan agama kami, maka kami keluar ke negeri tuan, kami pilih tuan daripada yang lainnya, kami memilih di sisi tuan dan berharap agar kami tidak dizhalimi di sisi tuan raja.
Lalu An-Najasyi bertanya: Apakah ada padamu sebagian yang dibawakan oleh Nabimu dari Allah yang dapat kamu bacakan kepadaku?
Ja’far menjawab: Ya. Kemudian ia membacakan surah Maryam dari awal surah sampai pada ayat 31
فأشارت إليه قالوا كيف نُكلم من كان في المهد صبيا % قال إني عبد الله أتاني الكتاب وجعلني نبياً % وجعلني مباركاً أين ما كنت وأوصاني بالصلاة والزكاة ما دمت حياً %
Ketika An-Najasyi mendengar Al-Qur’an itu ia berkata : “Sesungguhnya yang ini dan yang dibawa Isa adalah keluar dari sumber yang sama.”
Kepada kedua utusan Quraisy ia katakan: Pulanglah kalian berdua, kami tidak akan serahkan mereka kepada kalian berdua.
USAHA LAIN UNTUK MEREKA RASA MEMULANGKAN KAUM MUHAJIRIN
Keesokan harinya Ibnul-Ash mendatangi kembali An-Najasyi dan mengatakan kepadanya: “Sesungguhnya kaum muslimin ini, mengatakan tentang Isa dengan perkataan yang berbahaya”
An Nasjasyi memanggil mereka dan menanyakan kepada mereka tentang perkataan mereka terhadap Nabi Isa.
Ja’far menjawab: “Isa adalah abdullah (hamaba Allah), rasul-Nya, dan kalimat yang diberikan kepada Maryam yang suci”
Kemudian An-Najasyi mengambil sebatang tongkat dan menggariskan di atas tanah, dengan mengatakan: Antara agama kalian dan agama kami tidak lebih dari garis ini.
Hijrah ini mendapatkan keuntungan besar. Tidak hanya terbatas pada point di atas akan tetapi manfaat bagi Islam dan pemeluknya secara umum, yaitu dengan penggagalan upaya kaum kafir, pengungkapan kebatilannya, kebodohannya, dan pemaparan prisnsip-prisnip Islam yang toleran dan ajarannya yang bermanfaat, serta petunjukkan yang tepat.
Peristiwa ini juga berdampak pada penyebaran atmosfir ketakutan di Mekah, membuat tokoh-tokohnya bimbang tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan. Mereka merasa bahwa kendali telah lepas dari tangannya, dan mereka yang berlindung di Habasyah akan menjadi iklan tentang kebaikan Islam, menjadi kekuatan dan penopang utamanya.
PELAJARAN BERHARGA
1. Cara menjelek-jelekkan adalah cara menjijikkan yang dilakukan kaum Quraisy dan tamunya ke An Najasi, seperti yang terus berlangsung sampai hari ini.
2. Pengusiran para da’i sampai ke luar negeri adalah cara kuno yang dilakukan kaum Quraisy dan masih berlangsung sampai hari ini
3. Kebijakan dan keadilan An-Najasyi membuatnya memanggil dahulu kaum muslimin untuk didengar ucapannya sebagaimana ia mendengar aduan kaum Quraisy, sebagaimana kebersihan dirinya membuatnya menolak hadiay kaum Quraisy
4. Kalimat Ja’far bin Abi Thalib di hadapan An Najasi menunjukkan kecerdasan, kedalaman dan pemahamannya terhadap agama, risalah Rasulullah saw, kepiawaiannya dalam memaparkan masalah, sehingga ia mampu merangkum situasai bangsa Arab dalam beberapa kalimat sederhana saja sebelum memaparkan Islam. Ia mampu menyebutkan sisi kerusakan yang ditimbulkan baik dalam bidang politik, militer, akhalq, sosial maupun keimanan. Kemudian ia merangkum sistem perbaikan yang Islamiy (alternatif yang benar) dan bahwa alternatif itu adalah jalur yang sempurna, baik dalam bidang aqidah, ibadah, akhlaq, dan sosial, bukan hanya sistem aqidah semata seperti yang digambarkan sebagian orang. Ia bahkan menjelaskan bahwa mereka shalat, zakat, puasa atas perintah Rasulullah saw.
5. Sumber agama samawi adalah satu, meskipun risalah terdahulu telah mengalama penyimpangan.
6. Kaum muslimin wajib mempersiapkan kader, juru dakwah, diplomat yang mampu memaparkan masalah dengan baik, serta menanggkis syubuhat musuhnya seperti yang dilakukan oleh Ja’far bin Abu Thalib
7. Allah swt kondisikan musuh agamanya untuk membantu agama-Nya tanpa musuh itu menyadarinya. Hal ini terjadi pada Fir’aun yang mengundang manusia untuk menyaksikan adu sihir dengan Nabi Musa, seperti yang terjadi pada kisah anak muda dan shahibul ukhdud (pengusa yang menyalakan api untuk membakar hidup-hidup orang-orang yang beriman), seperti yang terjadi pada delegasi kaum Quraisy kepada An Najasi, seperti pada kaum Yahudi Madinah yang menjadi faktor penting masuk Islamnya kaum Anshar, seperti yang terjadi pula pada penguasa-penguasa modern yang menekan para da’I kaum muslimin di negerinya, sehingga mereka berhijrah karena Allah dengan membawa agamanya, lalu menyebarkan Islam di berbagai negara. Maha Benar Yang berfirman:
} ويمكرون ويمكر الله والله خير الماكرين { } يريدون ليطفئوا نور الله بأفواههم ويأبى الله إلا أن يتم نوره {

0 komentar: