Hubungan dengan Orang-orang di Luar Islam
Mengenai soal
yang ketiga, yaitu hubungan islam dan orang-orang di luar islam, rosul telah
menetapkan aturan-aturan yang sangat toleran, melampui kebiasan yang berlaku di
dalam zaman yang penuh dengan fanatisme kesukuan dan kecongkakan ras. Ketika
itu dunia mengira bahwa islam adalah agama yang tidak dapat menerima prinsip
hidup berdampingan dengan agama lain dan mengira bahwa kaum muslimin tidak
merasa puas sebelum menjadi umat satu-satunya di dunia dan menindas setiap
manusia yang dianggap keliru, lebih-lebih orang yang berani mencoba hendak
melawan.
Ketika Nabi SAW.
tiba di Madinah beliau menykasikan orang-orang yahudi telah lama bermukim di
kota itu dan hidup bersama-sama kaum musyrikin.
Beliau sama
sekali tidak berfikir hendak mengatur siasat untuk menyingkirkan, atau memusuhi
mereka. Bahkan dengan niat baik beliau dapatt menerima kenyataan adanya
orang-orang yahudi itu dan adanya pegenisme di kota itu. Beberapa waktu
kemudian beliau menawarkan perjanjian perdamaian kepada kedua golongan itu atas
dasar kebebasan masing-masing fihak memeluk agamanya sebdiri.
Dalam perjanjian
tersebut ditegaskan, bahwa kaum muslimin semuanya adalah satu umat. Kaum
mu’minin akan bertindak terhadap orang dari keluarganya sendiri yang berbuat
kezhaliman, kejahatan, permusuhan atau perusakan.
Di saat-saat
menghadapi peperangan, orang-orang yahudi turt memikul biayanya bersama kaum
mu’minin. Orang yahudi dari Bani ‘Auf dipandang sebagai bagian dari kaum
mu’minin. Orang-orang yahudi tetap pada agama mereka dan kaum muslimin oum
tetap pada agamanya sendiri. Masing-masing fihak akan saling berbuat kebajikan
dan salinng mengiingatkan seta tidak akan saling berbuat kejahatan.
Selain itu di
Madinah terdapat sekelompok orang yahudi yang berulah tingkah buruk dengan
mengatas namakan agama yang dibuat-buat dan merusak ajaran agama langit dengan
cara-cara yang tidak patut, sehingga didalam lingkungan mereka tumbuh subur
semangat kebencian, kemunafikan dan kegemaran berdebat.
0 komentar: