Wahyu Pertama
Kehidupan Quraish yang dipenuhi penyembahan kepada berhala dan
cenderung mementingkan urusan nafsu dunia dan syahwat, membuat nabi menghindar
dari pergaulan kaumnya. Sebagaimana menjadi kebiasaan para pemikir Quraish yang
sering menghabiskan waktunya menyendiri untuk mendekatkan diri kepada tuhan
mereka, berdoa mengharapkan diberi karunia dan pengetahuan, nabi Muhammad
menjelang usia 40 tahun sering melakukan hal serupa. Beliau bertahanus
menjauhkan diri dari pengaruh buruk pemujaan berhala di goa Hira yang terdapat
di gugusan jabal Nur.
Tahannus
atau tahannuf menurut Muhammad Husain Haekal berarti cenderung kepada
kebenaran, meninggalkan berhala dan beribadat kepada Allah. Selama masa
tahannus nabi Muhammad menjalankan syariat yang diajarkan oleh nabi Ibrahim.
Beliau beribadah kepada Allah yang esa, merenungkan segala fenomena hidup yang
terjadi di kaumnya sambil memohon petunjuk untuk dibimbing ke jalan yang lurus
sebagaimana orang-orang saleh terdahulu ditunjukan kepada jalan lurus yang
diridhai oleh Allah swt.
Pada bulan
Ramadhan yang mulia, beliau melakukan tahannus lebih giat dibandingkan
bulan-bulan lainnya. Perenungan beliau semakin lama semakin mendalam mencari
makna kehidupan yang sesungguhnya. Suatu malam pada tanggal 17 Ramadhan 41
tahun setelah Aamul fiil bertepatan dengan tahun 610 M, nabi Muhammad yang
sedang bertahanus di goa Hira didatangi malaikat Jibril yang membawa wahyu dari
langit. Jibril berkata ( اقرأ ) “Bacalah!” dalam ketakutan nabi menjawab ( ماأنابقارئ ) “Aku tidak
bisa membaca”. Kemudian malaikat Jibril
memeluk badan nabi dengan erat dan mengulangi ucapannya “Bacalah!” namun nabi
masih tetap menjawab “Aku tidak bisa membaca”.
Hal ini
terjadi sampai tiga kali, kemudian Jibril membacakan 5 ayat pertama surat
Al-Alaq ini kepada nabi.
إِقْرَاْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ, خَلَقَ
الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقَ. إِقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ. الَّذِى
عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ (العلق 1-5)
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Yang menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu maha mulia. Yang mengajarkan
manusia dengan pena. Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui” (QS. Al-Alaq : 1-5)
Surat
Al-Alaq ayat 1-5 merupakan wahyu pertama yang diturunkan Allah swt kepada
Muhammad saw dan menjadi pertanda kerasulan beliau. Oleh karena itu mulai saat
mendapatkan wahyu sampai akhir zaman nabi Muhammad saw telah diangkat oleh
Allah swt sebagai nabi terakhir dan rasul penutup yang mengemban tugas
penyebarkan agama Allah kepada seluruh umat manusia.
Kemudian Rasulullah saw. pulang membawa wahyu dengan hati
yang penuh ketakutan. Beliau menemui Khadijah binti Khuwaylid ra. Kata beliau,
“Selimutilah aku! Selimutilah aku” Maka keluarga Nabi saw. menyelimutibeliau
sehingga rasa takut beliau hilang. Beliau ceritakan kepada Khadijah peristiwa
yang telah beliau alami. Kata beliau, “Aku takut akan terjadi sesuatu pada
diriku”. Khadijah menjawab. “Demi Allah, tidak akan terjadi apa-apa. Allah
tidak akan membuatmu hina, karena engkau selalu menyambung sanak kerabat,
menolong fakir miskin, menghormati tamu dan membantu orang-orang yang tertimpa
musibah”.
Khadijah
mengajak nabi berkunjung ke rumah anak pamannya yang bernama Waraqah bin
Naufal. Waraqah dianggap sebagai orang yang tepat untuk membuka tabir rahasia
yang tersimpan dalam kisah nabi dan malaikan Jibril di goa Hira karena dia
adalah seorang pendeta Nasrani yang memahami Injil bahkan sempat
menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab.
Di rumah pendeta Waraqah, Khadijah menceritakan peristiwa yang terjadi
pada suaminya. Waraqah mencermati setiap kata yang terlontar dari putri
pamannya tersebut sambil mengingat-ingat beberapa penggal wahyu yang dihapalnya
dari kitab Injil. Setelah memahami betul cerita khadijah tentang pengalaman
Muhammad, Waraqah berseru dengan penuh keyakinan, “Maha
Quddus Ia, Maha Quddus. Demi Dia yang memegang hidup Waraqah. Khadijah,
percayalah dia telah menerima rahasiah besar seperti yang diterima oleh Musa
as. Dan sungguh dia adalah nabi umat ini. Katakan kepadanya supaya tetap
tabah.”
Sepulang
dari rumah pendeta Waraqah, nabi Muhammad dan sayyidah Khadijah menjadi lebih
tenang. Mereka percaya sepenuhnya kepada ungkapan Waraqah bahwasanya surat
Al-Alaq ayat 1-5 yang diterima nabi dari malaikat Jibril merupakan wahyu Allah
yang menjadi tanda kerasulan Muhammad saw.
Waktu terus
bergulir, namun malaikat Jibril belum juga mendatangi nabi kembali. Hal ini
membuat nabi cemas dan ragu tentang keberadaannya sebagai seorang utusan Allah
swt. Beliau mengusir keraguannya dengan menggiatkan diri bertahanus di goa
Hira. Setelah beberapa kali bertahanus kembali di goa Hira, beliau mendengar
mendengar suara dari arah langit. Suara itu membuat nabi menggigil ketakutan.
Beliau pun pulang ke rumah dan meminta sayyidah Khadijah menyelimutinya.
Dalam
keadaan berselimut karena perasaan takut setelah mendengar suara dari langit,
Malaikat Jibril mendatangi Rasul dengan membawa wahyu yang kedua, surat
Al-Muddatsir ayat 1-7.
يَاآيُّهَا المُدَّثِّرْ. قُمْ فَأَنْذِرْ.
وَرَبُّكَ فَكَبِّرْ. وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَالرُّجْزَ
فَاهْجُرْ. وَلاَتَمْنُنْ تَشْتَكْثِرْ. وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
(المدثر 1-7)
“Hai orang yang berselimut! Bangunlah dan berilah peringatan. Dan
agungkanlah Tuhanmu. Dan sucikanlah pakaianmu. Dan tinggalkanlah segala yang
keji. Dalam memberi janganlah mengharapkan imbalan yang lebih banyak. Tetapi,
demi Tuhanmu sabar dan tabahlah.”
Wahyu kedua
ini menjadi sebuah jawaban yang mantap bagi keraguaan nabi sekaligus pesan yang
jelas bahwa sebagai seorang utusan Allah swt nabi Muhammad harus segera menyeru
umatnya menuju jalan keselamatan yaitu agaman Islam yang diridhai Allah
penguasa semesta alam.
0 komentar: